SELAMAT MEMBACA ARTIKEL PSIKOLOGI TRANSPERSONAL

Sejarah Transpersonal

Sejarah Transpersonal

Selain aliran psikologi humanistik, aliran psikologi yang lain adalah psikologi transpersonal. Aliran ini dikembangkan oleh tokoh dari psikologi humanistik antara lain: Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistik.
Menurut Shapiro, “Psikologi Transpersonal” ini mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki manusia, melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Hal ini dapat dilihat dari pandangan “Psikologi Transpersonal” yang menganggap bahwa inti kemanusiaan adalah bukan fisik jasmaninya, melainkan psikis-rohaniah, manusia memiliki kesadaran spiritual yang bisa berubah dan meningkat melalui jalan-jalan tertentu diantaranya melalui latihan spiritual dengan tekhnik meditasi. Bahkan, untuk mencapai kesadaran tingkat tinggi, emosi dan intuisi memegang peranan yang lebih penting daripada peran rasio.
Pandangan “Psikologi Transpersonal” ini tampak sekali melakukan “gugatan” terhadap psikologi modern yang terlalu lama dibelenggu oleh rasionalitas-obyektifitas yang mereka bangun dan menganggap sepi sisi ruhani manusia. Dalam hal ini, psikologi transpersonal telah memperhitungkan agama-agama sebagai salah satu alternatif sumber pengetahuan yang layak dan absah tentang manusia dan telah merekomendasikan sebuah cara baru dalam menelaah fenomena pengalaman batiniah.
Rumusan di atas menunjukkan dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena kesadaran manusia. Psikologi transpersonal –seperti halnya psikologi humanistik– menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia yang ternyata mengandung potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi kontemporer. Perbedaannya dengan psikologi humanistik adalah bila psikologi humanistik menggali potensi manusia untuk peningkatan hubungan antar manusia, sedangkan transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-transendental, serta pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini.
Kajian transpersonal ini menunjukkan bahwa aliran ini mencoba mengkaji secara ilmiah terhadap dimensi yang selama ini dianggap sebagai bidang mistis, kebatinan, yang dialami oleh kaum agamawan (kyai, pastur, bikhu) atau orang yang mengolah dunia batinnya. Hasil dari beberapa penelitian tranpersonal menunjukkan bahwa bidang kebatinan bisa menjadi bidang ilmu dan dapat dikaji secara ilmiah sehingga hal tersebut penting untuk di kaji lebih dalam dan tidak dianggap sebagai suatu bid’ah, khurafat, ataupun syirik yang akhirnya membelenggu ilmuwan psikologi untuk mempelajari potensi yang tertinggi ini